Konflik israel dan Palestina tidak terlepas dari intervensi barat paska Perang Dunia ke-II. Kala itu, Inggris yang tengah menjajah Palestina merestui berdirinya negara yahudi di tanah Palestina pada tanggal 2 November 1917. Restu ini sebagai bentuk dukungan dan simpati terhadap pembantaian dan pengusiran kaum yahudi di Eropa oleh Nazi Jerman. Usai dideklarasikan berdirinya negara Israel, mulailah konflik antara bangsa Arab dengan bangsa yahudi. Dimulai dari perang Arab-Israel 1948, dilanjutkan dengan perang 1967 dan perang Yom Kippur 1973. Efek dari perang itu, wilayah Palestina sedikit demi sedikit diambi alih oleh Israel. Israel pun terus melakukan tekanan terhadap Palestina melalui blokade dan pembuatan tapal batas serta pemukiman yahudi. Tak jarang aksi provokatif juga diperlihatkan Israel melalui situs-situs peninggalan kebudayaan Islam di Masjidil Aqhsa.
Sudah tak terhitung berapa nyawa yang hilang sebagai akibat dari agresi Israel terhadap negara yang tak berdaya. Perundingan nampak hanya menghabiskan waktu tanpa menghasilkan kemajuan signifikan terhadap kondisi rakyat Palestina. PBB sebagai perserikatan bangsa-bangsa sedunia yang seharusnya , mampu memberikan solusidanmengatasi permasalahan tersebut hanya bisamampu mengecam tanpa ada usaha real dalam menyelesaikan konflik Israel yang di support oleh Negara adidaya.
Permasalahan yang ada di negeri Yerusalem tersebut mencakup banyak aspek. Mulai dari kependudukan, pembangunan, pemukiman, politik dan yang pokok adalah masalah teologis. Anggota tim legal Kuala Lumpur Foundation to Criminalize War mengatakan bahwa ICJ, Penagadilan Internasional PBB telah menyatakan Israel tidak berhak atas Tepi Barat dan Gaza, hal tersebut sudah tercantum dalam resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai konflik Palestina-Israel .
Hal kedua yang harus diselesaikan adalah masalah pendudukan dan pembangunan. Nizam mengatakan ICJ telah menyatakan pendudukan Israel bertentangan dengan hukum internasional. Akibatnya, segala konstruksi juga ilegal. Masalah utama lainnya yakni status kota suci Yerusalem. Israel telah lama mengklaim Yerusalem Timur sebagai ibukota mereka. "ICJ tidak berpendapat seperti itu," ujar Nizam. Sementara itu Wakil Kepala Pusat Riset dan Informasi Israel-Palestina, Gershon Baskin, mengatakan segala permasalahan dapat diselesaikan dengan solusi dua negara.
Tayangan CNN menggambarkan reruntuhan banyak rumah publik, termasuk rumah ibadah, dan masyarakat sipil yang terbunuh dan luka-luka. Seorang ibu, seperti ditayangkan CNN, menangis karena anaknya tewas tertembak tanpa ada pertolongan. Tayangan CNN ini menunjukkan, Israel sudah melampaui self defense dan respon terhadap conduct of hostilities di luar batas proporsionalitas. Dengan jumlah korban meninggal lebih dari 500 orang serta ribuan orang terluka serta hancurnya rumah-rumah penduduk, kiranya Israel bisa dikategorikan telah melakukan kejahatan perang, sekaligus kejahatan terhadap kemanusiaan. Perlu dicatat, Israel dengan persenjataan superior, berperang melawan Hamas yang persenjataannya kalah jauh. Jadi, serangan Israel adalah terencana, sistematis, dan meluas (massive).
Serangan Israel terhadap Palestina bisa disebut pelanggaran terhadap The Hague Conventions dan The Geneva Conventions sejauh terkait conduct of war dan serangan terhadap warga sipil. Serangan Israel juga dapat dikategorikan pelanggaran terhadap Statuta Roma. Pertanyaannya, mengapa dunia tak berdaya? Mengapa Dewan Keamanan PBB tak bisa menghentikan perang yang membunuh banyak warga sipil?
Dari perspektif HAM, ada dua hal yang bisa dilakukan. Pertama oleh PBB yang menurut Piagam PBB bertujuan memelihara keamanan dan perdamaian internasional. Untuk itu PBB wajib melakukan semua tindakan yang menghentikan semua ancaman keamanan dan perdamaian. PBB tidak melakukan hal ini atau belum melakukan hal ini. Kedua, yang disebut humanitarian intervention bisa dilakukan untuk membantu korban warga sipil tak berdosa. Ini belum dilakukan. Kewajiban internasional yang disebut responsibility to protect pernah dilakukan di Bosnia, Rwanda, tetapi terlambat sehingga khawatir pelaksanaan kewajiban internasional ini juga akan terlambat.
Serangan brutal Israel ke Gaza pada dasarnya adalah genosida, pembantaian terhadap suatu bangsa. Indikasi genosida ini jelas. Semua mata di dunia ini bisa melihatnya dengan jelas.
1. Serangan brutal dan tidak pandang bulu, sehingga korban mayoritas adalah warga sipil.
2. Target utama adalah anak-anak dan wanita. Anak-anak dianggap akan meneruskan generasi Palestina dan bila wanita dihabisi otomatis akan memutus mata rantai reproduksi warga Palestina.
3. Rumah sakit jadi sasaran serangan. Hal ini jelas untuk menghabisi mereka yang masih hidup.
4. Israel menggunakan bom fosfor putih. Ini adalah salah satu bentuk pemusnahan manusia secara masal.
5. Israel menggunakan manusia sebagai tameng terhadap serangan Hamas.
6. Israel sengaja mengumpulkan warga sipil di sebuah rumah kemudian dibombardir.
7. Israel membombardir masjid tatkala kaum muslim Gaza sedang sholat jum’at.
Hukum yang mengatur konflik bersenjata lazim disebut sebagai hukum perang, kemudian setelah Perang Dunia II diubah menjadi hukum humaniter. Penggantian istilah tersebut dalam rangka memanusiakan manusia dalam perang. Perang biasanya ditandai oleh konflik di suatu wilayah dengan intensitas penggunaan kekuatan bersenjata cukup tinggi dan terorganisasi. Tujuan hukum humaniter yang dirumuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah (1) untuk melindungi orang yang tidak terlibat atau tidak lagi terlibat dalam suatu permusuhan (hostilities), seperti orang-orang yang terluka, yang terdampar dari kapal, tawanan perang, dan penduduk sipil dan (2) untuk membatasi akibat buruk penggunaan senjata dan kekerasan dalam peperangan dalam rangka mencapai tujuan terjadinya konflik tersebut. Israel jelas telah melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan dalam berbagai tindakan atau aksi militernya, baik selama kurang-lebih enam dasawarsa di Palestina maupun kini di Libanon. Dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya, Israel telah menggunakan cara-cara yang tidak berperikemanusiaan, melanggar HAM, mengabaikan aturan hokum humaniter, dan tidak sesuai dengan doktrin “Just War”.
Sabra Shatila Sang Mujahidah
WELCOME to The NEW MOMENT
'Sesungguhnya, Aku ciptakan langit dan bumi ini, wahai manusia, buat kamu berfikir, untuk menelaah bagaimana kamu menjalani hidup ini' (AlQur'an AlKarim)
Senin, 06 September 2010
ANALISIS KONSTELASI POLITIK DALAM MENEGARAKAN ISLAM
Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.
Perkembangan ekonomi syariah erat kaitannya dengan perkembangan perbankkan syari’ah. Perbankan yang merupakan lembaga yang berfungsi sebagai intermediasi yang menyimpan dana dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkan dan untuk dipinjam oleh pihak yang kekurangan dana telah menjadi sebuah kebutuhan hidup bagi manusia. Perbankan syari’ah tidak menawarkan bunga sebagai keuntungan dari penyimpanan uang nasabah di bank, melainkan menggunakan sistem bagi hasil.
Gagasan dasar sistem keuangan Islam secara sederhana didasarkan pada adanya bagi hasil (profit and loss sharing). Menurut hukum perniagaan Islam, kemitraan dan semua bentuk organisasi bisnis didirikan dengan tujuan pembagian keuntungan melalui partisipasi bersama. Mudharabah dan musyarakah adalah dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum Islam.
Mudharabah (investasi) dipahami sebagai kontrak antara paling sedikit dua pihak, yaitu pemilik modal (shahib al mal atau rabb al mal) yang mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, dalam hal ini pengusaha (mudharib) untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Dalam mudharabah, pemilik modal tidak mendapat peran dalam manajemen. Jadi mudharabah adalah kontrak bagi hasil yang akan memberi pemodal suatu bagian tertentu dari keuntungan/kerugian proyek yang mereka biayai. Musyarakah (kemitraan) adalah akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Terbukti, krisis 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Berbanding terbalik dengan bank muamalat yang justru mampu bertahan dari badai krisis tersebut dan menunjukan kinerja yang meningkat. Hal inilah yang mendorong mulai dilirik sistem ekonomi syariah sebagai salah satu alternatif bagi sistem ekonomi Indonesia.
Dukungan pemerintah dalam hal ini ditandai dengan adanya UU No 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Nasional dan UU No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, adanya Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Perbankan Syariah, serta adanya Forum Komunikasi Ekonomi Syariah. Masyarakat ekonomi syariah dan penyelenggaraan berbagai festival ekonomi syariah yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia.
Perkembangan syariah Indonesia di tahun 2009 bisa dibilang ‘kita tidak kemana-kemana’ yang berarti tidak adanya kemajuan dari tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari pangsa pasar perbankan syariah nasional masih saja beringsut-ingsut di angka 2,40 % saat yang lain telah melesat jauh diatas angka 10%. Berdasarkan dari data Bank Indonesia tentang Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total bank bahwa kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah sebagai upaya pencapain target marketshare perbankan syariah 5% dari perbankan nasional tahun 2008 dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap prinsip syariah.
Beberapa permasalahan yang dihadapi hingga tahun ini adalah regulasi perbankan syariah, potensi pasar perbankan syariah, sumber daya insani, paradigma bisnis syariah, sosialisasi perbankan. Permasalahan yang paling mendasar adalah belum berlakunya sistem ekonomi Islam secara menyeluruh dan sebagian lembaga keuangan Islam tidak mematuhi hukum syariah. Mereka menggunakan standar yang rendah dalam pemberian kredit, sehingga menaikan jumlah kredit macet. Demikian kata seorang pakar keuangan syariah. Selain itu, mengakarnya budaya selama ini yang memperbolehkan pihak pembeli pertama mengeruk untung dengan cara menjual kontrak kredit mereka kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan pemberi kredit yang jelas-jelas bertentangan dengan syariah Islam. Dan ironisnya lagi, hanya segelintir pegawai lembaga keuangan Islam yang benar-benar memiliki pengetahuan tentang perbankan syariah. Daya tarik masyarakat terhadap produk barat yang banyak dikemudikan oleh bangsa yahudi cukup menurunkan perekonomian Islam serta perbankan syariah yang kurang kompetitif.
Meskipun pemikiran ekonomi syariah baru muncul beberapa tahun terakhir ini di negara-negara muslim, namun ide-ide tentang ekonomi Islam dapat dirunut dalam Alquran yang di turunkan pada abad ke-7. Sehingga solusi-solusi dari permasalahan ekonomi Islam yang banyak dipengaruhi oleh perbankan telah diberitahukan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sistem mudharabah dan musyarakah merupakan system yang sangat komprehensif bagi perekonomian Islam, dan zakat sebagai salah satu faktor kemajuan perekonomian umat Islam pada zaman Rasulullah SAW dan penyangga subtansi dalam Islam.
Masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang Esensi zakat secara "konseptual", baik dari yang beragama Islam maupun non Islam. Islam adalah agama yang memiliki citra sangat mendalam dengan karakter "saling memberi terhadap sesama" dan selalu bersifat adjustmen. Bukan saja karena zakat sebagai salah satu rukun Islam, tetapi lebih dari itu, karena kesadaran umat untuk melaksanakan zakat masih rendah, begitu juga dengan kesadaran kolektif untuk infak, amal, dan shodaqoh.
Di zaman Rasulullah S.A.W kegiatan ekonomi waktu itu merupakan sesuatu yang bersifat instan saja: sebut saja di sektor pertanian, peternakan, dan perdagangan. Saat ini ketiga sektor tersebut tetap ada, tapi dengan corak yang berbeda tentunya dengan yang terjadi di zaman Rasulullah S.A.W. Pemahaman tentang kewajiban zakat pun perlu diperdalam seiring kemajuan teknologi dalam sector trading (perdagangan) sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat tersebut mesti dipahami oleh para pengelola zakat serta orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah zakat ini.
Ditinjau dari segi kepemilikan, syirkah terbagi atas dua, yaitu syirkah amlak (kebersamaan dalam kepemilikan) dan syirkah 'uqud (akad perkongsian). Syirkah terbagi dalam beberapa kelompok. Pertama, syirkah 'inan, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dengan modal bersama dalam suatu kegiatan usaha yang mereka kelola bersama, dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama. Kedua, syirkah mudharabah, yaitu kerja sama antara rabbul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola/ pelaksana usaha) dengan persentase bagi hasil yang disepakati. Zakat perusahaan pada umumnya dianalogikan pada zakat perdagangan, hal tersebut sesuai dengan pendapat Muktamar Zakat Internasional, dan berdasarkan pada pendapat para ulama, diantaranya adalah Abu Ishaq Asy Syatibi, seperti dalam ungkapannya "Hukumnya adalah seperti hukum zakat perdagangan, karena dia memproduksi dan kemudian menjualnya, atau menjadikan apa yang diproduksinya sebagai komoditas perdagangan, maka dia harus mengeluarkan zakatnya tiap tahun dari apa yang dia miliki baik berupa stok barang yang ada ditambah nilai dari hasil penjualan yang ada, apabila telah meneapai nishabnya" . Zakat perusahaan hampir sama dengan zakat perdagangan dan investasi. Bedanya zakat perusahaan bersifat kolektif.
Landasan kewajiban zakat pada perusahaan berpijak pada dalil yang bersifat umum, seperti termaktub dalam firman Allah SWT surat Al Baqarah ayat 267 : " Wahai sekalian orang - orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik ... " Juga firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 103 : " Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka .... " Secara teoritis pola perhitungan zakat perusahaan didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban lancar atas aktiva lancar. Metode perhitungan ini biasa disebut dengan metode sya'iyyah ".
Jika kita meninjau pada pasal 11 ayat (2) poin (b) UU No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan bahwa di antara sumber harta yang dikenai zakat adalah perdagangan dan perusahaan. Jika ditinjau dari sisi potensinya, maka potensi zakat perusahaan sangat besar. Potensi zakat BUMN saja bisa mencapai Rp 14,4 triliun dengan asumsi kontribusi terhadap GDP tetap 24 persen. Belum lagi ditambah dengan perusahaan swasta besar nasional, BUMD-BUMD, maupun swasta menengah nasional dan daerah. Artinya, negara ini tidak perlu mengandalkan utang luar negeri untuk mengentaskan kemiskinan, melainkan cukup dengan zakat dan instrumen ekonomi syariah lainnya. Dengan demikian, pemenuhan kewajiban zakat akan membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Perkembangan ekonomi syariah erat kaitannya dengan perkembangan perbankkan syari’ah. Perbankan yang merupakan lembaga yang berfungsi sebagai intermediasi yang menyimpan dana dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkan dan untuk dipinjam oleh pihak yang kekurangan dana telah menjadi sebuah kebutuhan hidup bagi manusia. Perbankan syari’ah tidak menawarkan bunga sebagai keuntungan dari penyimpanan uang nasabah di bank, melainkan menggunakan sistem bagi hasil.
Gagasan dasar sistem keuangan Islam secara sederhana didasarkan pada adanya bagi hasil (profit and loss sharing). Menurut hukum perniagaan Islam, kemitraan dan semua bentuk organisasi bisnis didirikan dengan tujuan pembagian keuntungan melalui partisipasi bersama. Mudharabah dan musyarakah adalah dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum Islam.
Mudharabah (investasi) dipahami sebagai kontrak antara paling sedikit dua pihak, yaitu pemilik modal (shahib al mal atau rabb al mal) yang mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, dalam hal ini pengusaha (mudharib) untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Dalam mudharabah, pemilik modal tidak mendapat peran dalam manajemen. Jadi mudharabah adalah kontrak bagi hasil yang akan memberi pemodal suatu bagian tertentu dari keuntungan/kerugian proyek yang mereka biayai. Musyarakah (kemitraan) adalah akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Terbukti, krisis 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Berbanding terbalik dengan bank muamalat yang justru mampu bertahan dari badai krisis tersebut dan menunjukan kinerja yang meningkat. Hal inilah yang mendorong mulai dilirik sistem ekonomi syariah sebagai salah satu alternatif bagi sistem ekonomi Indonesia.
Dukungan pemerintah dalam hal ini ditandai dengan adanya UU No 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Nasional dan UU No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, adanya Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Perbankan Syariah, serta adanya Forum Komunikasi Ekonomi Syariah. Masyarakat ekonomi syariah dan penyelenggaraan berbagai festival ekonomi syariah yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia.
Perkembangan syariah Indonesia di tahun 2009 bisa dibilang ‘kita tidak kemana-kemana’ yang berarti tidak adanya kemajuan dari tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari pangsa pasar perbankan syariah nasional masih saja beringsut-ingsut di angka 2,40 % saat yang lain telah melesat jauh diatas angka 10%. Berdasarkan dari data Bank Indonesia tentang Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total bank bahwa kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah sebagai upaya pencapain target marketshare perbankan syariah 5% dari perbankan nasional tahun 2008 dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap prinsip syariah.
Beberapa permasalahan yang dihadapi hingga tahun ini adalah regulasi perbankan syariah, potensi pasar perbankan syariah, sumber daya insani, paradigma bisnis syariah, sosialisasi perbankan. Permasalahan yang paling mendasar adalah belum berlakunya sistem ekonomi Islam secara menyeluruh dan sebagian lembaga keuangan Islam tidak mematuhi hukum syariah. Mereka menggunakan standar yang rendah dalam pemberian kredit, sehingga menaikan jumlah kredit macet. Demikian kata seorang pakar keuangan syariah. Selain itu, mengakarnya budaya selama ini yang memperbolehkan pihak pembeli pertama mengeruk untung dengan cara menjual kontrak kredit mereka kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan pemberi kredit yang jelas-jelas bertentangan dengan syariah Islam. Dan ironisnya lagi, hanya segelintir pegawai lembaga keuangan Islam yang benar-benar memiliki pengetahuan tentang perbankan syariah. Daya tarik masyarakat terhadap produk barat yang banyak dikemudikan oleh bangsa yahudi cukup menurunkan perekonomian Islam serta perbankan syariah yang kurang kompetitif.
Meskipun pemikiran ekonomi syariah baru muncul beberapa tahun terakhir ini di negara-negara muslim, namun ide-ide tentang ekonomi Islam dapat dirunut dalam Alquran yang di turunkan pada abad ke-7. Sehingga solusi-solusi dari permasalahan ekonomi Islam yang banyak dipengaruhi oleh perbankan telah diberitahukan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sistem mudharabah dan musyarakah merupakan system yang sangat komprehensif bagi perekonomian Islam, dan zakat sebagai salah satu faktor kemajuan perekonomian umat Islam pada zaman Rasulullah SAW dan penyangga subtansi dalam Islam.
Masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang Esensi zakat secara "konseptual", baik dari yang beragama Islam maupun non Islam. Islam adalah agama yang memiliki citra sangat mendalam dengan karakter "saling memberi terhadap sesama" dan selalu bersifat adjustmen. Bukan saja karena zakat sebagai salah satu rukun Islam, tetapi lebih dari itu, karena kesadaran umat untuk melaksanakan zakat masih rendah, begitu juga dengan kesadaran kolektif untuk infak, amal, dan shodaqoh.
Di zaman Rasulullah S.A.W kegiatan ekonomi waktu itu merupakan sesuatu yang bersifat instan saja: sebut saja di sektor pertanian, peternakan, dan perdagangan. Saat ini ketiga sektor tersebut tetap ada, tapi dengan corak yang berbeda tentunya dengan yang terjadi di zaman Rasulullah S.A.W. Pemahaman tentang kewajiban zakat pun perlu diperdalam seiring kemajuan teknologi dalam sector trading (perdagangan) sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat tersebut mesti dipahami oleh para pengelola zakat serta orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah zakat ini.
Ditinjau dari segi kepemilikan, syirkah terbagi atas dua, yaitu syirkah amlak (kebersamaan dalam kepemilikan) dan syirkah 'uqud (akad perkongsian). Syirkah terbagi dalam beberapa kelompok. Pertama, syirkah 'inan, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dengan modal bersama dalam suatu kegiatan usaha yang mereka kelola bersama, dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama. Kedua, syirkah mudharabah, yaitu kerja sama antara rabbul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola/ pelaksana usaha) dengan persentase bagi hasil yang disepakati. Zakat perusahaan pada umumnya dianalogikan pada zakat perdagangan, hal tersebut sesuai dengan pendapat Muktamar Zakat Internasional, dan berdasarkan pada pendapat para ulama, diantaranya adalah Abu Ishaq Asy Syatibi, seperti dalam ungkapannya "Hukumnya adalah seperti hukum zakat perdagangan, karena dia memproduksi dan kemudian menjualnya, atau menjadikan apa yang diproduksinya sebagai komoditas perdagangan, maka dia harus mengeluarkan zakatnya tiap tahun dari apa yang dia miliki baik berupa stok barang yang ada ditambah nilai dari hasil penjualan yang ada, apabila telah meneapai nishabnya" . Zakat perusahaan hampir sama dengan zakat perdagangan dan investasi. Bedanya zakat perusahaan bersifat kolektif.
Landasan kewajiban zakat pada perusahaan berpijak pada dalil yang bersifat umum, seperti termaktub dalam firman Allah SWT surat Al Baqarah ayat 267 : " Wahai sekalian orang - orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik ... " Juga firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 103 : " Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka .... " Secara teoritis pola perhitungan zakat perusahaan didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban lancar atas aktiva lancar. Metode perhitungan ini biasa disebut dengan metode sya'iyyah ".
Jika kita meninjau pada pasal 11 ayat (2) poin (b) UU No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan bahwa di antara sumber harta yang dikenai zakat adalah perdagangan dan perusahaan. Jika ditinjau dari sisi potensinya, maka potensi zakat perusahaan sangat besar. Potensi zakat BUMN saja bisa mencapai Rp 14,4 triliun dengan asumsi kontribusi terhadap GDP tetap 24 persen. Belum lagi ditambah dengan perusahaan swasta besar nasional, BUMD-BUMD, maupun swasta menengah nasional dan daerah. Artinya, negara ini tidak perlu mengandalkan utang luar negeri untuk mengentaskan kemiskinan, melainkan cukup dengan zakat dan instrumen ekonomi syariah lainnya. Dengan demikian, pemenuhan kewajiban zakat akan membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
ANALISIS STUDI PERKEMBANGAN EKONOMI SYARI’AH
Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.
Perkembangan ekonomi syariah erat kaitannya dengan perkembangan perbankkan syari’ah. Perbankan yang merupakan lembaga yang berfungsi sebagai intermediasi yang menyimpan dana dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkan dan untuk dipinjam oleh pihak yang kekurangan dana telah menjadi sebuah kebutuhan hidup bagi manusia. Perbankan syari’ah tidak menawarkan bunga sebagai keuntungan dari penyimpanan uang nasabah di bank, melainkan menggunakan sistem bagi hasil.
Gagasan dasar sistem keuangan Islam secara sederhana didasarkan pada adanya bagi hasil (profit and loss sharing). Menurut hukum perniagaan Islam, kemitraan dan semua bentuk organisasi bisnis didirikan dengan tujuan pembagian keuntungan melalui partisipasi bersama. Mudharabah dan musyarakah adalah dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum Islam.
Mudharabah (investasi) dipahami sebagai kontrak antara paling sedikit dua pihak, yaitu pemilik modal (shahib al mal atau rabb al mal) yang mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, dalam hal ini pengusaha (mudharib) untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Dalam mudharabah, pemilik modal tidak mendapat peran dalam manajemen. Jadi mudharabah adalah kontrak bagi hasil yang akan memberi pemodal suatu bagian tertentu dari keuntungan/kerugian proyek yang mereka biayai. Musyarakah (kemitraan) adalah akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Terbukti, krisis 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Berbanding terbalik dengan bank muamalat yang justru mampu bertahan dari badai krisis tersebut dan menunjukan kinerja yang meningkat. Hal inilah yang mendorong mulai dilirik sistem ekonomi syariah sebagai salah satu alternatif bagi sistem ekonomi Indonesia.
Dukungan pemerintah dalam hal ini ditandai dengan adanya UU No 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Nasional dan UU No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, adanya Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Perbankan Syariah, serta adanya Forum Komunikasi Ekonomi Syariah. Masyarakat ekonomi syariah dan penyelenggaraan berbagai festival ekonomi syariah yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia.
Perkembangan syariah Indonesia di tahun 2009 bisa dibilang ‘kita tidak kemana-kemana’ yang berarti tidak adanya kemajuan dari tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari pangsa pasar perbankan syariah nasional masih saja beringsut-ingsut di angka 2,40 % saat yang lain telah melesat jauh diatas angka 10%. Berdasarkan dari data Bank Indonesia tentang Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total bank bahwa kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah sebagai upaya pencapain target marketshare perbankan syariah 5% dari perbankan nasional tahun 2008 dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap prinsip syariah.
Beberapa permasalahan yang dihadapi hingga tahun ini adalah regulasi perbankan syariah, potensi pasar perbankan syariah, sumber daya insani, paradigma bisnis syariah, sosialisasi perbankan. Permasalahan yang paling mendasar adalah belum berlakunya sistem ekonomi Islam secara menyeluruh dan sebagian lembaga keuangan Islam tidak mematuhi hukum syariah. Mereka menggunakan standar yang rendah dalam pemberian kredit, sehingga menaikan jumlah kredit macet. Demikian kata seorang pakar keuangan syariah. Selain itu, mengakarnya budaya selama ini yang memperbolehkan pihak pembeli pertama mengeruk untung dengan cara menjual kontrak kredit mereka kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan pemberi kredit yang jelas-jelas bertentangan dengan syariah Islam. Dan ironisnya lagi, hanya segelintir pegawai lembaga keuangan Islam yang benar-benar memiliki pengetahuan tentang perbankan syariah. Daya tarik masyarakat terhadap produk barat yang banyak dikemudikan oleh bangsa yahudi cukup menurunkan perekonomian Islam serta perbankan syariah yang kurang kompetitif.
Meskipun pemikiran ekonomi syariah baru muncul beberapa tahun terakhir ini di negara-negara muslim, namun ide-ide tentang ekonomi Islam dapat dirunut dalam Alquran yang di turunkan pada abad ke-7. Sehingga solusi-solusi dari permasalahan ekonomi Islam yang banyak dipengaruhi oleh perbankan telah diberitahukan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sistem mudharabah dan musyarakah merupakan system yang sangat komprehensif bagi perekonomian Islam, dan zakat sebagai salah satu faktor kemajuan perekonomian umat Islam pada zaman Rasulullah SAW dan penyangga subtansi dalam Islam.
Masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang Esensi zakat secara "konseptual", baik dari yang beragama Islam maupun non Islam. Islam adalah agama yang memiliki citra sangat mendalam dengan karakter "saling memberi terhadap sesama" dan selalu bersifat adjustmen. Bukan saja karena zakat sebagai salah satu rukun Islam, tetapi lebih dari itu, karena kesadaran umat untuk melaksanakan zakat masih rendah, begitu juga dengan kesadaran kolektif untuk infak, amal, dan shodaqoh.
Di zaman Rasulullah S.A.W kegiatan ekonomi waktu itu merupakan sesuatu yang bersifat instan saja: sebut saja di sektor pertanian, peternakan, dan perdagangan. Saat ini ketiga sektor tersebut tetap ada, tapi dengan corak yang berbeda tentunya dengan yang terjadi di zaman Rasulullah S.A.W. Pemahaman tentang kewajiban zakat pun perlu diperdalam seiring kemajuan teknologi dalam sector trading (perdagangan) sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat tersebut mesti dipahami oleh para pengelola zakat serta orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah zakat ini.
Ditinjau dari segi kepemilikan, syirkah terbagi atas dua, yaitu syirkah amlak (kebersamaan dalam kepemilikan) dan syirkah 'uqud (akad perkongsian). Syirkah terbagi dalam beberapa kelompok. Pertama, syirkah 'inan, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dengan modal bersama dalam suatu kegiatan usaha yang mereka kelola bersama, dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama. Kedua, syirkah mudharabah, yaitu kerja sama antara rabbul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola/ pelaksana usaha) dengan persentase bagi hasil yang disepakati. Zakat perusahaan pada umumnya dianalogikan pada zakat perdagangan, hal tersebut sesuai dengan pendapat Muktamar Zakat Internasional, dan berdasarkan pada pendapat para ulama, diantaranya adalah Abu Ishaq Asy Syatibi, seperti dalam ungkapannya "Hukumnya adalah seperti hukum zakat perdagangan, karena dia memproduksi dan kemudian menjualnya, atau menjadikan apa yang diproduksinya sebagai komoditas perdagangan, maka dia harus mengeluarkan zakatnya tiap tahun dari apa yang dia miliki baik berupa stok barang yang ada ditambah nilai dari hasil penjualan yang ada, apabila telah meneapai nishabnya" . Zakat perusahaan hampir sama dengan zakat perdagangan dan investasi. Bedanya zakat perusahaan bersifat kolektif.
Landasan kewajiban zakat pada perusahaan berpijak pada dalil yang bersifat umum, seperti termaktub dalam firman Allah SWT surat Al Baqarah ayat 267 : " Wahai sekalian orang - orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik ... " Juga firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 103 : " Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka .... " Secara teoritis pola perhitungan zakat perusahaan didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban lancar atas aktiva lancar. Metode perhitungan ini biasa disebut dengan metode sya'iyyah ".
Jika kita meninjau pada pasal 11 ayat (2) poin (b) UU No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan bahwa di antara sumber harta yang dikenai zakat adalah perdagangan dan perusahaan. Jika ditinjau dari sisi potensinya, maka potensi zakat perusahaan sangat besar. Potensi zakat BUMN saja bisa mencapai Rp 14,4 triliun dengan asumsi kontribusi terhadap GDP tetap 24 persen. Belum lagi ditambah dengan perusahaan swasta besar nasional, BUMD-BUMD, maupun swasta menengah nasional dan daerah. Artinya, negara ini tidak perlu mengandalkan utang luar negeri untuk mengentaskan kemiskinan, melainkan cukup dengan zakat dan instrumen ekonomi syariah lainnya. Dengan demikian, pemenuhan kewajiban zakat akan membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam
Perkembangan ekonomi syariah erat kaitannya dengan perkembangan perbankkan syari’ah. Perbankan yang merupakan lembaga yang berfungsi sebagai intermediasi yang menyimpan dana dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkan dan untuk dipinjam oleh pihak yang kekurangan dana telah menjadi sebuah kebutuhan hidup bagi manusia. Perbankan syari’ah tidak menawarkan bunga sebagai keuntungan dari penyimpanan uang nasabah di bank, melainkan menggunakan sistem bagi hasil.
Gagasan dasar sistem keuangan Islam secara sederhana didasarkan pada adanya bagi hasil (profit and loss sharing). Menurut hukum perniagaan Islam, kemitraan dan semua bentuk organisasi bisnis didirikan dengan tujuan pembagian keuntungan melalui partisipasi bersama. Mudharabah dan musyarakah adalah dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum Islam.
Mudharabah (investasi) dipahami sebagai kontrak antara paling sedikit dua pihak, yaitu pemilik modal (shahib al mal atau rabb al mal) yang mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, dalam hal ini pengusaha (mudharib) untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Dalam mudharabah, pemilik modal tidak mendapat peran dalam manajemen. Jadi mudharabah adalah kontrak bagi hasil yang akan memberi pemodal suatu bagian tertentu dari keuntungan/kerugian proyek yang mereka biayai. Musyarakah (kemitraan) adalah akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Terbukti, krisis 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Berbanding terbalik dengan bank muamalat yang justru mampu bertahan dari badai krisis tersebut dan menunjukan kinerja yang meningkat. Hal inilah yang mendorong mulai dilirik sistem ekonomi syariah sebagai salah satu alternatif bagi sistem ekonomi Indonesia.
Dukungan pemerintah dalam hal ini ditandai dengan adanya UU No 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Nasional dan UU No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, adanya Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Perbankan Syariah, serta adanya Forum Komunikasi Ekonomi Syariah. Masyarakat ekonomi syariah dan penyelenggaraan berbagai festival ekonomi syariah yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia.
Perkembangan syariah Indonesia di tahun 2009 bisa dibilang ‘kita tidak kemana-kemana’ yang berarti tidak adanya kemajuan dari tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari pangsa pasar perbankan syariah nasional masih saja beringsut-ingsut di angka 2,40 % saat yang lain telah melesat jauh diatas angka 10%. Berdasarkan dari data Bank Indonesia tentang Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total bank bahwa kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah sebagai upaya pencapain target marketshare perbankan syariah 5% dari perbankan nasional tahun 2008 dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap prinsip syariah.
Beberapa permasalahan yang dihadapi hingga tahun ini adalah regulasi perbankan syariah, potensi pasar perbankan syariah, sumber daya insani, paradigma bisnis syariah, sosialisasi perbankan. Permasalahan yang paling mendasar adalah belum berlakunya sistem ekonomi Islam secara menyeluruh dan sebagian lembaga keuangan Islam tidak mematuhi hukum syariah. Mereka menggunakan standar yang rendah dalam pemberian kredit, sehingga menaikan jumlah kredit macet. Demikian kata seorang pakar keuangan syariah. Selain itu, mengakarnya budaya selama ini yang memperbolehkan pihak pembeli pertama mengeruk untung dengan cara menjual kontrak kredit mereka kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan pemberi kredit yang jelas-jelas bertentangan dengan syariah Islam. Dan ironisnya lagi, hanya segelintir pegawai lembaga keuangan Islam yang benar-benar memiliki pengetahuan tentang perbankan syariah. Daya tarik masyarakat terhadap produk barat yang banyak dikemudikan oleh bangsa yahudi cukup menurunkan perekonomian Islam serta perbankan syariah yang kurang kompetitif.
Meskipun pemikiran ekonomi syariah baru muncul beberapa tahun terakhir ini di negara-negara muslim, namun ide-ide tentang ekonomi Islam dapat dirunut dalam Alquran yang di turunkan pada abad ke-7. Sehingga solusi-solusi dari permasalahan ekonomi Islam yang banyak dipengaruhi oleh perbankan telah diberitahukan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sistem mudharabah dan musyarakah merupakan system yang sangat komprehensif bagi perekonomian Islam, dan zakat sebagai salah satu faktor kemajuan perekonomian umat Islam pada zaman Rasulullah SAW dan penyangga subtansi dalam Islam.
Masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang Esensi zakat secara "konseptual", baik dari yang beragama Islam maupun non Islam. Islam adalah agama yang memiliki citra sangat mendalam dengan karakter "saling memberi terhadap sesama" dan selalu bersifat adjustmen. Bukan saja karena zakat sebagai salah satu rukun Islam, tetapi lebih dari itu, karena kesadaran umat untuk melaksanakan zakat masih rendah, begitu juga dengan kesadaran kolektif untuk infak, amal, dan shodaqoh.
Di zaman Rasulullah S.A.W kegiatan ekonomi waktu itu merupakan sesuatu yang bersifat instan saja: sebut saja di sektor pertanian, peternakan, dan perdagangan. Saat ini ketiga sektor tersebut tetap ada, tapi dengan corak yang berbeda tentunya dengan yang terjadi di zaman Rasulullah S.A.W. Pemahaman tentang kewajiban zakat pun perlu diperdalam seiring kemajuan teknologi dalam sector trading (perdagangan) sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat tersebut mesti dipahami oleh para pengelola zakat serta orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah zakat ini.
Ditinjau dari segi kepemilikan, syirkah terbagi atas dua, yaitu syirkah amlak (kebersamaan dalam kepemilikan) dan syirkah 'uqud (akad perkongsian). Syirkah terbagi dalam beberapa kelompok. Pertama, syirkah 'inan, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dengan modal bersama dalam suatu kegiatan usaha yang mereka kelola bersama, dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama. Kedua, syirkah mudharabah, yaitu kerja sama antara rabbul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola/ pelaksana usaha) dengan persentase bagi hasil yang disepakati. Zakat perusahaan pada umumnya dianalogikan pada zakat perdagangan, hal tersebut sesuai dengan pendapat Muktamar Zakat Internasional, dan berdasarkan pada pendapat para ulama, diantaranya adalah Abu Ishaq Asy Syatibi, seperti dalam ungkapannya "Hukumnya adalah seperti hukum zakat perdagangan, karena dia memproduksi dan kemudian menjualnya, atau menjadikan apa yang diproduksinya sebagai komoditas perdagangan, maka dia harus mengeluarkan zakatnya tiap tahun dari apa yang dia miliki baik berupa stok barang yang ada ditambah nilai dari hasil penjualan yang ada, apabila telah meneapai nishabnya" . Zakat perusahaan hampir sama dengan zakat perdagangan dan investasi. Bedanya zakat perusahaan bersifat kolektif.
Landasan kewajiban zakat pada perusahaan berpijak pada dalil yang bersifat umum, seperti termaktub dalam firman Allah SWT surat Al Baqarah ayat 267 : " Wahai sekalian orang - orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik ... " Juga firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 103 : " Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka .... " Secara teoritis pola perhitungan zakat perusahaan didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban lancar atas aktiva lancar. Metode perhitungan ini biasa disebut dengan metode sya'iyyah ".
Jika kita meninjau pada pasal 11 ayat (2) poin (b) UU No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan bahwa di antara sumber harta yang dikenai zakat adalah perdagangan dan perusahaan. Jika ditinjau dari sisi potensinya, maka potensi zakat perusahaan sangat besar. Potensi zakat BUMN saja bisa mencapai Rp 14,4 triliun dengan asumsi kontribusi terhadap GDP tetap 24 persen. Belum lagi ditambah dengan perusahaan swasta besar nasional, BUMD-BUMD, maupun swasta menengah nasional dan daerah. Artinya, negara ini tidak perlu mengandalkan utang luar negeri untuk mengentaskan kemiskinan, melainkan cukup dengan zakat dan instrumen ekonomi syariah lainnya. Dengan demikian, pemenuhan kewajiban zakat akan membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam
RESUME BUKU MUHAMMAD SAW THE SUPER LEADER SUPER MANAGER
Sudah menjadi kewajiban yang tak tertulis bagi setiap individu muslim untuk mengetahui sejarah hidup Rasulullah SAW. Teknologi informasi yang semakin berkembang pesat menjadi alat penggerak dalam menyiarkan sejarah Rasulullah SAW yang penuh dengan suri tauladan bagi semua umat manusia. Tak hanya pada aspek religious, tapi juga kearifan dalam kepemimpnan dan manajemen, self development serta entrepreneurship. Sehingga kita menemukan banyak sekali buku-buku yang mengupas kehidupan Rasulullah Muhammad SAW dalam berbagai bahasa dan aspek kehidupan. Salah satunya yaitu buku Muhammad SAW The Super Leader Super Manager.
Mengkaji perjalanan hidup Rosulullah SAW bagaikan mengarungi lautan yang tak bertepi karena sangat luas, sangat kaya, dan sangat mencerahkan. Keluasan suri tauladan Muhammad SAW mencakup segala aspek kehidupan sehingga tak habis-habisnya untuk dikaji secara terus menerus. Dalam buku Muhammad SAW The Super Leader Super Manager, Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec mengkaji 8 bidang utama leadership, yaitu self development/personality leadership, bisnis dan kewirausahaan, keluarga, kepemimpinan keluarga, dakwah, sosial politik, sistem hukum, pendidikan, dan strategi militer.
Pada bab awal dijelaskan kondisi masyarakat saat ini yang mengalami krisis keteladanan, moral bangsa yang sangat memprihatinkan dalam semua spectrum kehidupan, ketidakmampuan umat Islam mengambil suri tauladan Rasulullah SAW secara holistik dan komprehensif dikarenakan kurangnya kesadaran dalam mengkaji Islam, dan ketidakmampuan melihat perjalanan hidup Rasulullah SAW secara lengkap dan holistik baik dari dimensi sosial, politik, militer, edukasi, dan legal yang kemudian menformulasikan nilai-nilai ketauladanan tersebut kedalam suatu model yang dapat diteladani denan mudah. Selain itu adalah jiwa prejudice, sinis dan apologetik setiap kali uswah hasanah Rasulullah SAW dibawa keluar dari masjid. Seolah-olah tidak ada kaitan antara sunnah Rasulullah SAW dan kehidupan bisnis, politik dan hukum. Padahal dalam kurun waktu tak kurang dari 62 tahun beliau meninggalkan jejak-jejak kesuksesan yang menginspirasi tentang banyak hal.
Jejak-jejak kahidupan Rasulullah tak luput dari teori kepemimpinan yaitu sebagai perintis, penyelaras, pemberdaya dan panutan serta contoh konkrit sifat-sifat dasar keemimpinan. Faktor-faktor kesuksesan seperti keluhuran akhlak, kecerdasan emosi, cognitive intelligence dan technical intelligence, kecerdasan moral turut mendukung ketercapaian tujuan Rasulullah dalam menyebarkan syari’at Islam.
Self development dan personality leadership dimulai ketika Muhammad SAW diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib, dan kemudian hidup bersama Abu Thalib paman beliau. Untuk meringankan beban perekonomian keluarga pamannya, ia menggembala kambing di sekitar Makkah. Pekerjaan menggembala ternak merupakan pekerjaan yang memerlukan keahlian leadership dan manajemen yang baik. Para penggembala harus mampu mengarahkan ternaknya ke padang gembalaan yang subur dengan rumput menghijau. Di samping itu, mereka juga harus dapat mengendalikan hewan ternaknya agar tidak tersesat. Mereka juga harus melindungi ternaknya dari berbagai gangguan seperti dari hewan pemangsa dan para pencuri. Ini semua merupakan bentuk fungsi kepemimpinan dan manajemen. Mungkin latar belakang seperti ini memang digariskan Allah SWT kepada calon rasul yang akan mengemban risalah kenabian dan memimpin umat.
Pada usia 12 tahun Muhammad SAW mulai menyertai pamannya berdagang ke Syiria. Sejak itulah Muhammad SAW melakukan kerja magang (internship) yang berguna kelak ketika beliau mengelola bisnisnya sendiri. Beliau merintis kariernya dengan berdagang kecil-kecilan di kota Makkah dengan modal dari investor atau menjalankan bisnis orang lain dengan kerjasama Mudharabah sehingga terbuka kesempatan untuk memasuki dunia bisnis dengan menjalankan modal orang lain, baik dengan upah (fee based) atau dengan bagi hasil (profit sharing). Kejujuran, keteguhan memegang janji dan sifat-sifat mulia beliau lainnya memperlancar bisnis yang dijalankan selama kurang lebih 28 tahun. Teladan dan tuntunan yang diberikan oleh Rasulullah SAW dalam berbisnis dan berekonomi ini semakin banyak dibuktikan oleh teori-teori ekonomi dan manajemen modern.
Salah satu kriteria kesuksesan seseorang adalah keberhasilan dalam memimpin keluarga. Muhammad SAW adalah suri tauladan yang baik dalam kepemimpinan keluarga. Meskipun banyak kritikan yang dialamatkan kepada beliau oleh kalangan non-Muslim berkaitan dengan rumah tangga beliau, Muhammad SAW tetaplah seorang ayah yang baik bagi anak-anaknya dan suami yang baik pula bagi istri-istrinya serta sayang pada cucu-cucunya. Sebagai pemimpin keluarga, Rasulullah SAW mengalami suka dukanya berkeluarga. Beliau pernah damai bahagia, juga pernah dirundung masalah. Namun beliau dapat melalui itu semua dengan baik. Hal ini meninggalkan pelajaran bagi umatnya bagaimana memimpin keluarga disaat suka dan duka.
Kepemimpinan dakwah Rasulullah SAW sudah tak perlu diragukan lagi. Metode dakwah yang digunakan beliau terbukti jitu dalam menyinari umat manusia dengan cahaya Illahi. Dalam jangka waktu yang relatif pendek (kurang dari 23 tahun), ajaran Isalm dapat tersebar melewati jazirah Arab. Sasaran dakwah beliau melintasi dimensi ruang dan waktu. Beliau bukan hanya diutus untuk orang Arab saja, tetapi juga untuk seluruh umat manusia sampai Hari Akhir. Disiplin wahyu, suri tauladan yang baik, keefektifitasan komunikasi, pengkaderan yang terorganisir serta kedekatan beliau dengan umatnya merupakan faktor pendukung suksesnya kepemimpinan dakwah beliau.
Disamping sebagai pembawa risalah Ilahiyah, Rasulullah SAW adalah pemimpin masyarakat politik ketika berada di Madinah. Kecemerlangan kemampuan kepemimpinan politik dan militer Rasulullah SAW membawa perubahan yang sangat besar dan tergolong sangat modern pada zamannya. Di tengah masyarakat nomadik, beliau bentuk sistem masyarakat sipil yang berkeadaban dan menjalin persaudaraan yang lebih luas melintasi suku dan ras. Beliau juga meletakkan dasar-dasar system keuangan publik yang terbukti keberhasilannya dalam membiayai kebutuhan masyarakat politik yang dipimpinnya. Kepemimpinan social politik beliau lakukan dengan baik dan meninggalkan jejak-jejak untuk diikuti oelh generasi-generasi sesudahnya.
Dimensi lain dari kesuksesan Rasulullah SAW dalam kepemimpinan dan manajemen adalah dalam bidang pendidikan. Meskipun beliau adalah seorang yang ummi tetapi beliau menganjurkan umatnya untuk belajar dan beliau memiliki kemampuan untuk menjawab berbagai persoalan manusia serta meneladankan sifat-sifat dan teknik pengajaran yang sangat modern. Semangat belajar ini merupakan salah satu ajaran Al-Qur’an yang secara harfiah berarti “bacaan”. Bahkan wahyu pertama yang diterima beliau adalah “Iqra” atau “Bacalah!”
Salah satu warisan Muhammad SAW yang sangat berharga adalah syariat atau hukum Islam itu sendiri. Rasululllah SAW telah meletakkan dasar-dasar hukum modern di tengah masyarakat Arab yang belum mengenal system hukum yang tertib sehingga terjadi revolusi hukum dan penertiban system hukum ke arah yang lebih baik. Sumbangsih beliau ini diakui oleh masyarakat internasional dengan menjadikannya sebagai salah satu Pembina hukum (law giver) dalam sejarah peradaban manusia yaitu pembinaan aturan hukum (legislasi), pembinaan lembaga peradilan, penegakan hukum, dan pembinaan masyarakat hukum lagi etis.
Muhammad SAW juga dikenal dalam sosiologi agama sebagai “Nabi bersenjata” (armedprophed). Tapi jauh melampaui “prestasi” Nabi Musa a.s., Rasulullah SAW berhasil merampungkan hal-hal yang melipatgandakan lebih besar dari yang dirampungkan oleh Nabi Musa dan generasi berikutnya sampai Nabi Daud a.s. Ketika Rasulullah wafat, praktis seluruh Jazirah Arab telah tunduk kepada Madinah, dan hanya selang beberapa tahun saja sesudah itu wilayah kekuasaan politik Islam meluas sampai meliputi daerah inti peradaban manusia saat itu.
Kesuksesan meninggalkan jejak, dan jejak terbaik yang perlu diikuti adalah jejak orang yang berhasil dan terbaik, yaitu jejak Rasulullah SAW (the Prophetic Wisdoms) yang penuh hikmah dan kearifan. Jejak-jejak yang bukan hanya mengantarkan kepada kesuksesan duniawi, tetapi juga kesuksesan dalam mencapai kebahagiaan di kehidupan berikutnya nanti.
Mengkaji perjalanan hidup Rosulullah SAW bagaikan mengarungi lautan yang tak bertepi karena sangat luas, sangat kaya, dan sangat mencerahkan. Keluasan suri tauladan Muhammad SAW mencakup segala aspek kehidupan sehingga tak habis-habisnya untuk dikaji secara terus menerus. Dalam buku Muhammad SAW The Super Leader Super Manager, Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec mengkaji 8 bidang utama leadership, yaitu self development/personality leadership, bisnis dan kewirausahaan, keluarga, kepemimpinan keluarga, dakwah, sosial politik, sistem hukum, pendidikan, dan strategi militer.
Pada bab awal dijelaskan kondisi masyarakat saat ini yang mengalami krisis keteladanan, moral bangsa yang sangat memprihatinkan dalam semua spectrum kehidupan, ketidakmampuan umat Islam mengambil suri tauladan Rasulullah SAW secara holistik dan komprehensif dikarenakan kurangnya kesadaran dalam mengkaji Islam, dan ketidakmampuan melihat perjalanan hidup Rasulullah SAW secara lengkap dan holistik baik dari dimensi sosial, politik, militer, edukasi, dan legal yang kemudian menformulasikan nilai-nilai ketauladanan tersebut kedalam suatu model yang dapat diteladani denan mudah. Selain itu adalah jiwa prejudice, sinis dan apologetik setiap kali uswah hasanah Rasulullah SAW dibawa keluar dari masjid. Seolah-olah tidak ada kaitan antara sunnah Rasulullah SAW dan kehidupan bisnis, politik dan hukum. Padahal dalam kurun waktu tak kurang dari 62 tahun beliau meninggalkan jejak-jejak kesuksesan yang menginspirasi tentang banyak hal.
Jejak-jejak kahidupan Rasulullah tak luput dari teori kepemimpinan yaitu sebagai perintis, penyelaras, pemberdaya dan panutan serta contoh konkrit sifat-sifat dasar keemimpinan. Faktor-faktor kesuksesan seperti keluhuran akhlak, kecerdasan emosi, cognitive intelligence dan technical intelligence, kecerdasan moral turut mendukung ketercapaian tujuan Rasulullah dalam menyebarkan syari’at Islam.
Self development dan personality leadership dimulai ketika Muhammad SAW diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib, dan kemudian hidup bersama Abu Thalib paman beliau. Untuk meringankan beban perekonomian keluarga pamannya, ia menggembala kambing di sekitar Makkah. Pekerjaan menggembala ternak merupakan pekerjaan yang memerlukan keahlian leadership dan manajemen yang baik. Para penggembala harus mampu mengarahkan ternaknya ke padang gembalaan yang subur dengan rumput menghijau. Di samping itu, mereka juga harus dapat mengendalikan hewan ternaknya agar tidak tersesat. Mereka juga harus melindungi ternaknya dari berbagai gangguan seperti dari hewan pemangsa dan para pencuri. Ini semua merupakan bentuk fungsi kepemimpinan dan manajemen. Mungkin latar belakang seperti ini memang digariskan Allah SWT kepada calon rasul yang akan mengemban risalah kenabian dan memimpin umat.
Pada usia 12 tahun Muhammad SAW mulai menyertai pamannya berdagang ke Syiria. Sejak itulah Muhammad SAW melakukan kerja magang (internship) yang berguna kelak ketika beliau mengelola bisnisnya sendiri. Beliau merintis kariernya dengan berdagang kecil-kecilan di kota Makkah dengan modal dari investor atau menjalankan bisnis orang lain dengan kerjasama Mudharabah sehingga terbuka kesempatan untuk memasuki dunia bisnis dengan menjalankan modal orang lain, baik dengan upah (fee based) atau dengan bagi hasil (profit sharing). Kejujuran, keteguhan memegang janji dan sifat-sifat mulia beliau lainnya memperlancar bisnis yang dijalankan selama kurang lebih 28 tahun. Teladan dan tuntunan yang diberikan oleh Rasulullah SAW dalam berbisnis dan berekonomi ini semakin banyak dibuktikan oleh teori-teori ekonomi dan manajemen modern.
Salah satu kriteria kesuksesan seseorang adalah keberhasilan dalam memimpin keluarga. Muhammad SAW adalah suri tauladan yang baik dalam kepemimpinan keluarga. Meskipun banyak kritikan yang dialamatkan kepada beliau oleh kalangan non-Muslim berkaitan dengan rumah tangga beliau, Muhammad SAW tetaplah seorang ayah yang baik bagi anak-anaknya dan suami yang baik pula bagi istri-istrinya serta sayang pada cucu-cucunya. Sebagai pemimpin keluarga, Rasulullah SAW mengalami suka dukanya berkeluarga. Beliau pernah damai bahagia, juga pernah dirundung masalah. Namun beliau dapat melalui itu semua dengan baik. Hal ini meninggalkan pelajaran bagi umatnya bagaimana memimpin keluarga disaat suka dan duka.
Kepemimpinan dakwah Rasulullah SAW sudah tak perlu diragukan lagi. Metode dakwah yang digunakan beliau terbukti jitu dalam menyinari umat manusia dengan cahaya Illahi. Dalam jangka waktu yang relatif pendek (kurang dari 23 tahun), ajaran Isalm dapat tersebar melewati jazirah Arab. Sasaran dakwah beliau melintasi dimensi ruang dan waktu. Beliau bukan hanya diutus untuk orang Arab saja, tetapi juga untuk seluruh umat manusia sampai Hari Akhir. Disiplin wahyu, suri tauladan yang baik, keefektifitasan komunikasi, pengkaderan yang terorganisir serta kedekatan beliau dengan umatnya merupakan faktor pendukung suksesnya kepemimpinan dakwah beliau.
Disamping sebagai pembawa risalah Ilahiyah, Rasulullah SAW adalah pemimpin masyarakat politik ketika berada di Madinah. Kecemerlangan kemampuan kepemimpinan politik dan militer Rasulullah SAW membawa perubahan yang sangat besar dan tergolong sangat modern pada zamannya. Di tengah masyarakat nomadik, beliau bentuk sistem masyarakat sipil yang berkeadaban dan menjalin persaudaraan yang lebih luas melintasi suku dan ras. Beliau juga meletakkan dasar-dasar system keuangan publik yang terbukti keberhasilannya dalam membiayai kebutuhan masyarakat politik yang dipimpinnya. Kepemimpinan social politik beliau lakukan dengan baik dan meninggalkan jejak-jejak untuk diikuti oelh generasi-generasi sesudahnya.
Dimensi lain dari kesuksesan Rasulullah SAW dalam kepemimpinan dan manajemen adalah dalam bidang pendidikan. Meskipun beliau adalah seorang yang ummi tetapi beliau menganjurkan umatnya untuk belajar dan beliau memiliki kemampuan untuk menjawab berbagai persoalan manusia serta meneladankan sifat-sifat dan teknik pengajaran yang sangat modern. Semangat belajar ini merupakan salah satu ajaran Al-Qur’an yang secara harfiah berarti “bacaan”. Bahkan wahyu pertama yang diterima beliau adalah “Iqra” atau “Bacalah!”
Salah satu warisan Muhammad SAW yang sangat berharga adalah syariat atau hukum Islam itu sendiri. Rasululllah SAW telah meletakkan dasar-dasar hukum modern di tengah masyarakat Arab yang belum mengenal system hukum yang tertib sehingga terjadi revolusi hukum dan penertiban system hukum ke arah yang lebih baik. Sumbangsih beliau ini diakui oleh masyarakat internasional dengan menjadikannya sebagai salah satu Pembina hukum (law giver) dalam sejarah peradaban manusia yaitu pembinaan aturan hukum (legislasi), pembinaan lembaga peradilan, penegakan hukum, dan pembinaan masyarakat hukum lagi etis.
Muhammad SAW juga dikenal dalam sosiologi agama sebagai “Nabi bersenjata” (armedprophed). Tapi jauh melampaui “prestasi” Nabi Musa a.s., Rasulullah SAW berhasil merampungkan hal-hal yang melipatgandakan lebih besar dari yang dirampungkan oleh Nabi Musa dan generasi berikutnya sampai Nabi Daud a.s. Ketika Rasulullah wafat, praktis seluruh Jazirah Arab telah tunduk kepada Madinah, dan hanya selang beberapa tahun saja sesudah itu wilayah kekuasaan politik Islam meluas sampai meliputi daerah inti peradaban manusia saat itu.
Kesuksesan meninggalkan jejak, dan jejak terbaik yang perlu diikuti adalah jejak orang yang berhasil dan terbaik, yaitu jejak Rasulullah SAW (the Prophetic Wisdoms) yang penuh hikmah dan kearifan. Jejak-jejak yang bukan hanya mengantarkan kepada kesuksesan duniawi, tetapi juga kesuksesan dalam mencapai kebahagiaan di kehidupan berikutnya nanti.
RESUME BUKU PETUNJUK JALAN
Buku Petunjuk Jalan atau Ma’aalim fi Ath-Thoriq karya AsySyahid Sayyid Quthb rahimahullah merupakan buku yang mengantarkan beliau meraih kesyahidan di tiang gantungan rezim zalim penguasa Mesir Gamal Abdul Nasser. Beliau dihukum mati hukum gantung pada tanggal 29 Agustus 1966. Mahkamah Revolusi merujuk pada buku-buku Sayyid Quthb terutama Ma’aalim fi Ath-Thoriq, yang mendasari pernyataan seruan revolusi terhadap seluruh kedaulatan yang tidak berdasarkan Syari’at Allah. Sedangkan ideologi yang diserukan oleh Nasser merupakan Nasionalisme-Sekuler.
Petunjuk Jalan memerupakan buku yang membangkitkan semangat penegakkan kalimat Tauhid, pengEsaan Allah, terutama dalam menegakkan Hakimiyyah Allah (Kedaulatan Allah). Sayyid Quthb mengajak setiap Muslim agar menegakkan kekuasaan Allah dan menolak kekuasaan siapapun selain Allah. Sebab bentuk ketaatan kepada siapapun dapat diartikan sebagai bentuk penghambaan. Sedangkan di antara misi utama datangnya Islam ialah seperti yang disabdakan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam sebagai berikut:
فإني أدعوكم إلى عبادة الله من عبادة العباد
“Sesungguhnya aku menyeru kalian kepada penghambaan Allah ta’aala semata dan meninggalkan penghambaan sesama hamba.” (HR Al-Baihaqi 2126)
ابتعثنا الله لنخرج الناس من عبادة العباد لعبادة الله وحده
“Kami (umat Islam) diutus Allah untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan sesama hamba untuk menghamba kepada Allah semata.”
Dalam bab kedua bukunya, Sayyid Quthb memberinya judul Thobi’ah Al-Manhaj Al-Qur’aaniy (Wujud Metode Al-Qur’an). Beliau membahas di dalamnya bentuk da’wah Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam semasa di Mekkah sebelum hijrah ke Madinah. Qur’an Makki yang turun selama tigabelas tahun di Mekkah hanya membicarakan satu persoalan, yaitu persoalan aqidah, dengan titik perhatian kepada dua hal: ketuhanan (Al-Uluhiyah) dan penghambaan (Al-’Ubudiyah) serta hubungan antara keduanya. Berdasarkan hal tersebut, maka Sayyid Quthb menjelaskan mengapa Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengawali da’wahnya dengan mengibarkan bendera aqidah Laa ilaaha illA-llah padahal pilihan tersebut mengundang perlawanan dan penganiayaan kaum musyrik Mekkah. Mereka sangat faham apa konsekuensi makna kalimat tersebut. Inilah sebagian yang ditulis Sayyid Quthb mengomentari hal ini:
“Dipandang dari segi kenyataan yang ada dan menurut pandangan otak manusia yang terselubung itu, ini bukanlah .merupakan jalan yang termudah ke hati bangsa Arab. Dalam bahasa mereka, mereka telah mengenal pengertian ilah (Tuhan) dan pengertian la ilaha illa-llah. Mereka mengetahui bahwa uluhiyah (ketuhanan) itu berarti hakimiyah (penguasaan) yang tertinggi. Mereka mengerti bahwa mentauhidkan ketuhanan dan menyatukan Allah itu dengan tauhid berarti melucuti kekuasaan yang dipergunakan oleh pemuka (dukun) agama, ketua suku, pangeran dan penguasa, dan mengembalikan semuanya kepada Allah. Kekuasaan atas hati nurani, kekuasaan atas perasaan, kekuasaan atas kenyataan hidup, kekuasaan atas harta, kekuasaan atas hukum dan kekuasaan atas jiwa dan raga. Mereka mengetahui bahwa la ilaha illa-llah itu adalah suatu revolusi terhadap kekuasaan bumi yang telah merampas cirikhas ketuhanan yang pertama : revolusi terhadap situasi yang timbul atas prinsip perampasan ini; dan pemberontakan terhadap orang yang memerintah dengan hukum yang dibuatnya sendiri tanpa izin Tuhan. Orang Arab bukan tidak tahu karena mereka mengetahui bahasa mereka dengan baik dan mengetahui petunjuk yang sesungguhnya dari seruan la ilaha illa-llah apa yang dimaksud oleh seruan ini tentang situasi, kepemimpinan dan kekuasaan mereka. Karena itu me¬reka telah menyambut seruan ini atau revolusi itu dengan sambutan yang amat keras itu, dan mereka perangi dengan peperangan yang belum di kenal orang sebelumnya.”
Jadi, menurut Sayyid Quthb, bila ingin mewujudkan kembali lahirnya generasi muslim seperti para sahabat kita harus menekankan kepada pembangunan aqidah secara konsisten. Dan kegiatan ini tidak bisa diharapkan berlangsung dalam waktu singkat. Ia membutuhkan kesabaran untuk menjalankannya dalam waktu yang panjang. Para sahabat saja, di bawah bimbingan pendidik (murabbi) terbaik yaitu Rasulullah SAW, memerlukan waktu tidak kurang dari 13 tahun. Jika kualitas kita separuh para sahabat, maka diperlukan waktu 2 x 13 tahun = 26 tahun. Kalau kualitas kita hanya sepesepuluh para sahabat, maka dibutuhkan waktu kira-kira 10 x 13 tahun = 130 tahun sehingga Sayyid Quthb memandang bahwa inilah jalan sekaligus metode satu-satunya penegakkan Islam untuk melahirkan generasi pertama. Dan ini pulalah jalan sekaligus metode untuk mewujudkan Islam di tempat dan zaman kapanpun. Berikut kutipan dari buku petunjuk jalan.
“Inilah wujud (nature) agama ini, sebagaimana disarikan dari metode Quran Makki. Kita harus mengetahui wujudnya ini. Kita jangan mencoba merobahnya hanya untuk memenuhi keinginan sesaat yang kalah di depan bentuk-bentuk teori-teori manusia. Dengan bentuknya yang seperti ini, ia telah membentuk ummat Islam yang pertama. Dan dengan cara yang begitu pulalah ia akan membentuk ummat Islam setiap kali ia ingin untuk mengulang mengeluarkan ummat Islam sekali lagi ke alam nyata, sebagaimana Allah telah mengeluarkannya pertama kali.”
Dengan demikian Islam akan terus berkibar di bumi Allah apabila aqidah umat Islam sudah terbina dengan benar sehingga mampu memancarkan ibadah dan akhlak yang benar pula. Pada dasarnya aqidahlah yang akan memberikan keteguhan jiwa di atas kebenaran dan pengorbanan di jalanNya karena segala bentuk keraguan, ketidakpastian, nifaq, dan penyimpangan dari jalan yang benar terjadi karena lemahnya aqidah di dalam hati setiap Muslim.
Petunjuk Jalan memerupakan buku yang membangkitkan semangat penegakkan kalimat Tauhid, pengEsaan Allah, terutama dalam menegakkan Hakimiyyah Allah (Kedaulatan Allah). Sayyid Quthb mengajak setiap Muslim agar menegakkan kekuasaan Allah dan menolak kekuasaan siapapun selain Allah. Sebab bentuk ketaatan kepada siapapun dapat diartikan sebagai bentuk penghambaan. Sedangkan di antara misi utama datangnya Islam ialah seperti yang disabdakan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam sebagai berikut:
فإني أدعوكم إلى عبادة الله من عبادة العباد
“Sesungguhnya aku menyeru kalian kepada penghambaan Allah ta’aala semata dan meninggalkan penghambaan sesama hamba.” (HR Al-Baihaqi 2126)
ابتعثنا الله لنخرج الناس من عبادة العباد لعبادة الله وحده
“Kami (umat Islam) diutus Allah untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan sesama hamba untuk menghamba kepada Allah semata.”
Dalam bab kedua bukunya, Sayyid Quthb memberinya judul Thobi’ah Al-Manhaj Al-Qur’aaniy (Wujud Metode Al-Qur’an). Beliau membahas di dalamnya bentuk da’wah Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam semasa di Mekkah sebelum hijrah ke Madinah. Qur’an Makki yang turun selama tigabelas tahun di Mekkah hanya membicarakan satu persoalan, yaitu persoalan aqidah, dengan titik perhatian kepada dua hal: ketuhanan (Al-Uluhiyah) dan penghambaan (Al-’Ubudiyah) serta hubungan antara keduanya. Berdasarkan hal tersebut, maka Sayyid Quthb menjelaskan mengapa Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengawali da’wahnya dengan mengibarkan bendera aqidah Laa ilaaha illA-llah padahal pilihan tersebut mengundang perlawanan dan penganiayaan kaum musyrik Mekkah. Mereka sangat faham apa konsekuensi makna kalimat tersebut. Inilah sebagian yang ditulis Sayyid Quthb mengomentari hal ini:
“Dipandang dari segi kenyataan yang ada dan menurut pandangan otak manusia yang terselubung itu, ini bukanlah .merupakan jalan yang termudah ke hati bangsa Arab. Dalam bahasa mereka, mereka telah mengenal pengertian ilah (Tuhan) dan pengertian la ilaha illa-llah. Mereka mengetahui bahwa uluhiyah (ketuhanan) itu berarti hakimiyah (penguasaan) yang tertinggi. Mereka mengerti bahwa mentauhidkan ketuhanan dan menyatukan Allah itu dengan tauhid berarti melucuti kekuasaan yang dipergunakan oleh pemuka (dukun) agama, ketua suku, pangeran dan penguasa, dan mengembalikan semuanya kepada Allah. Kekuasaan atas hati nurani, kekuasaan atas perasaan, kekuasaan atas kenyataan hidup, kekuasaan atas harta, kekuasaan atas hukum dan kekuasaan atas jiwa dan raga. Mereka mengetahui bahwa la ilaha illa-llah itu adalah suatu revolusi terhadap kekuasaan bumi yang telah merampas cirikhas ketuhanan yang pertama : revolusi terhadap situasi yang timbul atas prinsip perampasan ini; dan pemberontakan terhadap orang yang memerintah dengan hukum yang dibuatnya sendiri tanpa izin Tuhan. Orang Arab bukan tidak tahu karena mereka mengetahui bahasa mereka dengan baik dan mengetahui petunjuk yang sesungguhnya dari seruan la ilaha illa-llah apa yang dimaksud oleh seruan ini tentang situasi, kepemimpinan dan kekuasaan mereka. Karena itu me¬reka telah menyambut seruan ini atau revolusi itu dengan sambutan yang amat keras itu, dan mereka perangi dengan peperangan yang belum di kenal orang sebelumnya.”
Jadi, menurut Sayyid Quthb, bila ingin mewujudkan kembali lahirnya generasi muslim seperti para sahabat kita harus menekankan kepada pembangunan aqidah secara konsisten. Dan kegiatan ini tidak bisa diharapkan berlangsung dalam waktu singkat. Ia membutuhkan kesabaran untuk menjalankannya dalam waktu yang panjang. Para sahabat saja, di bawah bimbingan pendidik (murabbi) terbaik yaitu Rasulullah SAW, memerlukan waktu tidak kurang dari 13 tahun. Jika kualitas kita separuh para sahabat, maka diperlukan waktu 2 x 13 tahun = 26 tahun. Kalau kualitas kita hanya sepesepuluh para sahabat, maka dibutuhkan waktu kira-kira 10 x 13 tahun = 130 tahun sehingga Sayyid Quthb memandang bahwa inilah jalan sekaligus metode satu-satunya penegakkan Islam untuk melahirkan generasi pertama. Dan ini pulalah jalan sekaligus metode untuk mewujudkan Islam di tempat dan zaman kapanpun. Berikut kutipan dari buku petunjuk jalan.
“Inilah wujud (nature) agama ini, sebagaimana disarikan dari metode Quran Makki. Kita harus mengetahui wujudnya ini. Kita jangan mencoba merobahnya hanya untuk memenuhi keinginan sesaat yang kalah di depan bentuk-bentuk teori-teori manusia. Dengan bentuknya yang seperti ini, ia telah membentuk ummat Islam yang pertama. Dan dengan cara yang begitu pulalah ia akan membentuk ummat Islam setiap kali ia ingin untuk mengulang mengeluarkan ummat Islam sekali lagi ke alam nyata, sebagaimana Allah telah mengeluarkannya pertama kali.”
Dengan demikian Islam akan terus berkibar di bumi Allah apabila aqidah umat Islam sudah terbina dengan benar sehingga mampu memancarkan ibadah dan akhlak yang benar pula. Pada dasarnya aqidahlah yang akan memberikan keteguhan jiwa di atas kebenaran dan pengorbanan di jalanNya karena segala bentuk keraguan, ketidakpastian, nifaq, dan penyimpangan dari jalan yang benar terjadi karena lemahnya aqidah di dalam hati setiap Muslim.
RESUME BUKU MENIKMATI DEMOKRASI
Asas penyikapan suatu keputusan syuro akan bisa dijalankan dengan baik oleh suatu komunitas, apabila syuro yang dilaksanakan adalah syuro yang bermutu. Ada beberapa nilai yang menentukan mutu sikap dan keputusan da’wah, yaitu:
1. Sejauh mana keputusan itu tepat dengan situasi, tempat, momentum, orang dan institusinya..
2. Sejauh mana keputusan itu efektif dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai.
3. Sejauh mana kita dapat mempertahankan konsistensi dalam penyikapan dan pengambilan keputusan.
Ketiga hal di atas terkait dengan dua sisi yang selalu melekat pada sikap dan keputusan da’wah, yaitu muatan kebenaran syar’i dan cara yang kita tempuh (proses). Muatan dan proses muatan di sini adalah muatan kebenaran (syar’i) yang ditentukan oleh referensi, metode yang kita gunakan. Metode berupa ijtihad, tidak lain adalah dengan menggabungkan dua pengetahuan sekaligus, yaitu fiqh wahyu dan fiqh realitas.
Resiko Sebuah Keputusan.
Setiap keputusan yang diambil dalam syuro selalu memiliki resiko, karena keputusan dalam juga berpeluang salah. Hakikat yang perlu dipahami dalam syuro dan keputusannya adalah:
1. Para pengambil keputusan adalah manusia biasa, tidak makhsum. Yang dilakukan adalah ijtihad jama’i yang bersifat relatif, dalam arti ada resiko kesalahan
2. Penentuan dan pendefinisian mashlahat ammah pada suatu masa dan situasi tertentu adalah ruang yang sangat dinamis terus berubah dan berkembang dalam tempo cepat. Namun, kesalahan yang terjadi pada produk syuro masih memberikan ruang perbaikan perubahan keputusan dan keuntungan dikarenakan 2 hal:
• Secara kolektif telah diambil prosedur pengambilan keputusan yang benar sehingga dapat dengan mudah ditemukan letak kesalahan2nya
• Ijtihad jama’i lebih bisa ditanggung resikonya secara bersama-sama. Meskipun bisa jadi keputusan syuro mungkin berasal dari gagasan seorang individu anggota majelis syuro.
Optimalisasi Sebuah Syuro
Hal yang berkaitan dengan antisipasi resiko adalah bagaimana mengoptimalkan syuro. Secara umum ada 2 fungsi syuro, yaitu fungsi psikologis dan fungsi instrumental
Fungsi psikologis terlaksana jika:
1. Ada jaminan kemerdekaan dan kebebasan yang penuh bagi setiap peserta syuro untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya secara wajar dan apa adanya.
2. Kemerdekaan dan kebebasan sebagai landasan menciptakan keterbukaan dan transparansi.
Fungsi syuro yang sesungguhnya adalah mewadahi keragaman sebagai sumber kreativitas dan keunggulan kolektif dan yang menjamin keseimbangannya adalah keikhlasan pertanggujawaban dan kelapangan dada setiap peserta syuro. Fungsi instrumental sebuah syuro yang berjalan dengan baik akan membentuk soliditas dan resisitensi yang tinggi terhadap berbagai bentuk goncangan yang bisa mengakhiri organisasi. Fungsi instrumental ini hanya terlaksana apabila beberapa syarat terpenuhi:
1. Sumber informasi dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Fakta yang akurat disertai analisis yang tepat serta pendekatan syariat maupun pendekatan da’wah. Informasi akurat berkorelasi positif dan kuat (signifikan) dengan keputusan yang tepat. Kaidah ushul fiqh menyatakan hukum yang kita berlakukan atas sesuatu merupakan bagian dari persepsi kita tentang suatu itu.
2. Tingkat kedalaman ilmu pengetahuan peserta syuro sangat menentukan mutu analisis pikiran dan gagasan yang dilontarkan. Faktor lain adalah dominasi akal atas emosi (rajahatul ‘aql) serta sikap rasional yang konsisten.
3. Adanya tradisi ilmiah dalam perbedaan pendapat yang menjamin keragaman pendapat yang terjadi dalam syuro-syuro terkelola dengan baik (seleksi, penyaringan dan integrasi ilmiah).
Mengelola Ketidaksetujuan Terhadap Hasil Syuro
Apabila ada ketidaksetujuan terhadap hasil syuro, maka perlu adanya keihklasan. Selain itu berdialog dengan pikiran dan hati kita,semisal:
1. Bertanya pada diri sendiri, apakah pendapat kita telah terbentuk melalui suatu ‘upaya ilmiah’ seperti kajian, perenungan, pengalaman lapangan yang mendalam sehingga kita punya landasan kuat untuk mempertahankannya.
2. Apakah pendapat kita merupakan ‘kebenaran obyektif ‘atau ‘obsesi jiwa’ tertentu sehingga menjadi ngotot.
3. Seandainya kita tetap percaya pendapat kita lebih benar dan pendapat umum yang menjadi keputusan syuro lebih lemah atau bahkan salah, hendaklah kita percaya “mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaf jama’ah da’wah lebih utama dan penting dari sekedar memenangkan pendapat yang boleh jadi benar”.
4. Dalam ketidaksetujuan itu kita belajar banyak makna imaniyah: makna keikhlasan yang tidak terbatas, makna ukhuwah dan persatuan, makna tawadhu dan kerendahan hati, makna tsiqoh kepada jama’ah. Yang perlu diperkokoh adalah tradisi ilmiah kita, dalam bentuk memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan yang mendalam memperkuat daya tampung hati terhadap beban perbedaan, memperkokoh kelapangan dada dan kerendahan hati.
Syubhat di Sekitar Sikap Kritis
Sikap kritis diperlukan dalam jama’ah sebagai kontrol, pengendalian dan perbaikan yang berkesinambungan. Sikap kritis dan kultur introspeksi menjadi instrumen penting dalam proses penyempurnaan kehidupan berjamaah.Umar bin Khathab mengucapkan terima kasih kepada siapapun yang menghadiahkan ‘aibnya’ kepadanya. Al Mutarabbi (penyair Arab) :’…orang yang sempurna adalah yang ‘aibnya dapat dihitung’….’Akan tetapi ada beberapa syubhat dari implementasi sikap kritis, terutama saat sikap kritis bertemu dengan suasana keterbukaan dan kebebasan menyampaikan pendapat.
1. Apabila sikap kritis itu bersumber dari kebencian bukan dari semangat untuk saling memperbaiki.
2. Apabila sikap kritis itu lahir dari keinginan untuk berbeda dengan orang lain dan dijadikan sarana untuk memperjelas identitas diri sendiri.
3. Apabila sikap kritis ini dijadikan cara untuk mendapatkan ‘image’ sebagai pemberani.
4. Apabila sikap kritis itu dijadikan kedok untuk merusak nama baik orang lain atau membuka aib sesama.
5. Apabila sikap kritis berkembang menjadi ghibah.
Menyikapi Orang Kreatif dan Kritis
Sikap kritis merupakan indikator kesehatan hidup berjama’ah, tetapi jika berkembang secara tidak positif akan memicu konflik pribadi yang tidak sehat. Maka pemimpin amal Islami perlu menyikapi kritik dan kreativitas yang pasti selalu ditemui sepanjang kehidupan berjamaah yaitu dengan sebagai berikut.
1. Pemimpin harus bersikap dingin terhadap kritik yang ditujukan kepadanya atau kepada kebijakan-kebijakannya.
2. Pemimpin harus punya kerendahan hati yang memadai untuk mau mendengar berbagai kritik yang ditujukan kepadanya.
3. Seorang pemimpin harus bersikap obyektif dalam menanggapi berbagai kritik yang ditujukan kepadanya.
4. Seorang pemimpin harus tetap mempertahankan prasangka baiknya terhadap semua pengkritiknya.
5. Seorang pemimpin harus mandiri dan independen dalam berpendapat.
Keragaman yang Produktif
Dalam konteks qiyadah-jundiyah, perlu strategi dalam mengelola perbedaan pendapat dalam jamaah da’wah menjadi faktor produktif bagi da’wah. Beberapa tradisi yang kuat yang dengan sendirinya akan mengubah keragaman menjadi faktor produktif, yaitu: tradisi ilmiah, tradisi verbalitas, tradisi pembelajaran kolektif, tradisi toleransi.
Mengokohkan Tradisi Ilmiah
Beberapa ciri tradisi ilmiah yang kokoh, yang dapat mengubah keragaman menjadi
produktivitas kolektif: berbicara dan bekerja berdasarkan ilmu pengetahuan, mendengar lebih banyak daripada berbicara, gemar membaca dan secara sadar menyediakan waktu khusus untuk itu, lebih banyak diam dan menikmati saat-saat perenungan dan kesendirian, selalu mendekati permasalahan secara komprehensif, integral, obyektif dan proporsional, gemar berdiskusi dan proaktif dalam mengembangkan wacana, ide-ide tapi tidak suka berdebat kusir, berorientasi pada kebenaran dalam diskusi dan bukan pada kemenangan, berusaha mempertahankan sikap dingin dalam bereaksi terhadap sesuatu, berfikir secara sistematis dan berbicara secara teratur, rendah hati dan bersedia menerima kesalahan, lapang dada dan toleran dalam perbedaan, selalu memikirkan gagasan-gagasan baru secara produktif .
1. Sejauh mana keputusan itu tepat dengan situasi, tempat, momentum, orang dan institusinya..
2. Sejauh mana keputusan itu efektif dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai.
3. Sejauh mana kita dapat mempertahankan konsistensi dalam penyikapan dan pengambilan keputusan.
Ketiga hal di atas terkait dengan dua sisi yang selalu melekat pada sikap dan keputusan da’wah, yaitu muatan kebenaran syar’i dan cara yang kita tempuh (proses). Muatan dan proses muatan di sini adalah muatan kebenaran (syar’i) yang ditentukan oleh referensi, metode yang kita gunakan. Metode berupa ijtihad, tidak lain adalah dengan menggabungkan dua pengetahuan sekaligus, yaitu fiqh wahyu dan fiqh realitas.
Resiko Sebuah Keputusan.
Setiap keputusan yang diambil dalam syuro selalu memiliki resiko, karena keputusan dalam juga berpeluang salah. Hakikat yang perlu dipahami dalam syuro dan keputusannya adalah:
1. Para pengambil keputusan adalah manusia biasa, tidak makhsum. Yang dilakukan adalah ijtihad jama’i yang bersifat relatif, dalam arti ada resiko kesalahan
2. Penentuan dan pendefinisian mashlahat ammah pada suatu masa dan situasi tertentu adalah ruang yang sangat dinamis terus berubah dan berkembang dalam tempo cepat. Namun, kesalahan yang terjadi pada produk syuro masih memberikan ruang perbaikan perubahan keputusan dan keuntungan dikarenakan 2 hal:
• Secara kolektif telah diambil prosedur pengambilan keputusan yang benar sehingga dapat dengan mudah ditemukan letak kesalahan2nya
• Ijtihad jama’i lebih bisa ditanggung resikonya secara bersama-sama. Meskipun bisa jadi keputusan syuro mungkin berasal dari gagasan seorang individu anggota majelis syuro.
Optimalisasi Sebuah Syuro
Hal yang berkaitan dengan antisipasi resiko adalah bagaimana mengoptimalkan syuro. Secara umum ada 2 fungsi syuro, yaitu fungsi psikologis dan fungsi instrumental
Fungsi psikologis terlaksana jika:
1. Ada jaminan kemerdekaan dan kebebasan yang penuh bagi setiap peserta syuro untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya secara wajar dan apa adanya.
2. Kemerdekaan dan kebebasan sebagai landasan menciptakan keterbukaan dan transparansi.
Fungsi syuro yang sesungguhnya adalah mewadahi keragaman sebagai sumber kreativitas dan keunggulan kolektif dan yang menjamin keseimbangannya adalah keikhlasan pertanggujawaban dan kelapangan dada setiap peserta syuro. Fungsi instrumental sebuah syuro yang berjalan dengan baik akan membentuk soliditas dan resisitensi yang tinggi terhadap berbagai bentuk goncangan yang bisa mengakhiri organisasi. Fungsi instrumental ini hanya terlaksana apabila beberapa syarat terpenuhi:
1. Sumber informasi dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Fakta yang akurat disertai analisis yang tepat serta pendekatan syariat maupun pendekatan da’wah. Informasi akurat berkorelasi positif dan kuat (signifikan) dengan keputusan yang tepat. Kaidah ushul fiqh menyatakan hukum yang kita berlakukan atas sesuatu merupakan bagian dari persepsi kita tentang suatu itu.
2. Tingkat kedalaman ilmu pengetahuan peserta syuro sangat menentukan mutu analisis pikiran dan gagasan yang dilontarkan. Faktor lain adalah dominasi akal atas emosi (rajahatul ‘aql) serta sikap rasional yang konsisten.
3. Adanya tradisi ilmiah dalam perbedaan pendapat yang menjamin keragaman pendapat yang terjadi dalam syuro-syuro terkelola dengan baik (seleksi, penyaringan dan integrasi ilmiah).
Mengelola Ketidaksetujuan Terhadap Hasil Syuro
Apabila ada ketidaksetujuan terhadap hasil syuro, maka perlu adanya keihklasan. Selain itu berdialog dengan pikiran dan hati kita,semisal:
1. Bertanya pada diri sendiri, apakah pendapat kita telah terbentuk melalui suatu ‘upaya ilmiah’ seperti kajian, perenungan, pengalaman lapangan yang mendalam sehingga kita punya landasan kuat untuk mempertahankannya.
2. Apakah pendapat kita merupakan ‘kebenaran obyektif ‘atau ‘obsesi jiwa’ tertentu sehingga menjadi ngotot.
3. Seandainya kita tetap percaya pendapat kita lebih benar dan pendapat umum yang menjadi keputusan syuro lebih lemah atau bahkan salah, hendaklah kita percaya “mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaf jama’ah da’wah lebih utama dan penting dari sekedar memenangkan pendapat yang boleh jadi benar”.
4. Dalam ketidaksetujuan itu kita belajar banyak makna imaniyah: makna keikhlasan yang tidak terbatas, makna ukhuwah dan persatuan, makna tawadhu dan kerendahan hati, makna tsiqoh kepada jama’ah. Yang perlu diperkokoh adalah tradisi ilmiah kita, dalam bentuk memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan yang mendalam memperkuat daya tampung hati terhadap beban perbedaan, memperkokoh kelapangan dada dan kerendahan hati.
Syubhat di Sekitar Sikap Kritis
Sikap kritis diperlukan dalam jama’ah sebagai kontrol, pengendalian dan perbaikan yang berkesinambungan. Sikap kritis dan kultur introspeksi menjadi instrumen penting dalam proses penyempurnaan kehidupan berjamaah.Umar bin Khathab mengucapkan terima kasih kepada siapapun yang menghadiahkan ‘aibnya’ kepadanya. Al Mutarabbi (penyair Arab) :’…orang yang sempurna adalah yang ‘aibnya dapat dihitung’….’Akan tetapi ada beberapa syubhat dari implementasi sikap kritis, terutama saat sikap kritis bertemu dengan suasana keterbukaan dan kebebasan menyampaikan pendapat.
1. Apabila sikap kritis itu bersumber dari kebencian bukan dari semangat untuk saling memperbaiki.
2. Apabila sikap kritis itu lahir dari keinginan untuk berbeda dengan orang lain dan dijadikan sarana untuk memperjelas identitas diri sendiri.
3. Apabila sikap kritis ini dijadikan cara untuk mendapatkan ‘image’ sebagai pemberani.
4. Apabila sikap kritis itu dijadikan kedok untuk merusak nama baik orang lain atau membuka aib sesama.
5. Apabila sikap kritis berkembang menjadi ghibah.
Menyikapi Orang Kreatif dan Kritis
Sikap kritis merupakan indikator kesehatan hidup berjama’ah, tetapi jika berkembang secara tidak positif akan memicu konflik pribadi yang tidak sehat. Maka pemimpin amal Islami perlu menyikapi kritik dan kreativitas yang pasti selalu ditemui sepanjang kehidupan berjamaah yaitu dengan sebagai berikut.
1. Pemimpin harus bersikap dingin terhadap kritik yang ditujukan kepadanya atau kepada kebijakan-kebijakannya.
2. Pemimpin harus punya kerendahan hati yang memadai untuk mau mendengar berbagai kritik yang ditujukan kepadanya.
3. Seorang pemimpin harus bersikap obyektif dalam menanggapi berbagai kritik yang ditujukan kepadanya.
4. Seorang pemimpin harus tetap mempertahankan prasangka baiknya terhadap semua pengkritiknya.
5. Seorang pemimpin harus mandiri dan independen dalam berpendapat.
Keragaman yang Produktif
Dalam konteks qiyadah-jundiyah, perlu strategi dalam mengelola perbedaan pendapat dalam jamaah da’wah menjadi faktor produktif bagi da’wah. Beberapa tradisi yang kuat yang dengan sendirinya akan mengubah keragaman menjadi faktor produktif, yaitu: tradisi ilmiah, tradisi verbalitas, tradisi pembelajaran kolektif, tradisi toleransi.
Mengokohkan Tradisi Ilmiah
Beberapa ciri tradisi ilmiah yang kokoh, yang dapat mengubah keragaman menjadi
produktivitas kolektif: berbicara dan bekerja berdasarkan ilmu pengetahuan, mendengar lebih banyak daripada berbicara, gemar membaca dan secara sadar menyediakan waktu khusus untuk itu, lebih banyak diam dan menikmati saat-saat perenungan dan kesendirian, selalu mendekati permasalahan secara komprehensif, integral, obyektif dan proporsional, gemar berdiskusi dan proaktif dalam mengembangkan wacana, ide-ide tapi tidak suka berdebat kusir, berorientasi pada kebenaran dalam diskusi dan bukan pada kemenangan, berusaha mempertahankan sikap dingin dalam bereaksi terhadap sesuatu, berfikir secara sistematis dan berbicara secara teratur, rendah hati dan bersedia menerima kesalahan, lapang dada dan toleran dalam perbedaan, selalu memikirkan gagasan-gagasan baru secara produktif .
Minggu, 05 September 2010
Epilog Jiwa
Pasanganku, apa kabar?
Entah kau di mana…
Aku tak hendak melukis jasadmu,
Aku tak hendak mereka-reka, menebak-nebak tentangmu!
Sebab pasanganku…tahukah kau?
Aku mencintaimu sebelum
Pasanganku, apa kabar?
Entah kau di mana…
Aku tak hendak melukis jasadmu,
Aku tak hendak mereka-reka, menebak-nebak tentangmu!
Sebab pasanganku…tahukah kau?
Aku mencintaimu sebelum mata ini memandang, sebelum telinga ini ...
Entah kau di mana…
Aku tak hendak melukis jasadmu,
Aku tak hendak mereka-reka, menebak-nebak tentangmu!
Sebab pasanganku…tahukah kau?
Aku mencintaimu sebelum
Pasanganku, apa kabar?
Entah kau di mana…
Aku tak hendak melukis jasadmu,
Aku tak hendak mereka-reka, menebak-nebak tentangmu!
Sebab pasanganku…tahukah kau?
Aku mencintaimu sebelum mata ini memandang, sebelum telinga ini ...
Langganan:
Komentar (Atom)