WELCOME to The NEW MOMENT

'Sesungguhnya, Aku ciptakan langit dan bumi ini, wahai manusia, buat kamu berfikir, untuk menelaah bagaimana kamu menjalani hidup ini' (AlQur'an AlKarim)

Jumat, 06 Agustus 2010

Renungan Pagi dalam Hangatnya Mentari

“Orang Mukmin bagi Mukmin lain bagaikan satu bangunan yang sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Seperti itulah perumpamaan umat Islam, saling menguatkan, saling mengasihi dan saling berbagi. Begitupun kita sebagai penuntut ilmu. Sudah menjadi kewajiban untuk saling berbagi kebaikan, berbagi pengetahuan dan ilmu yang telah Allah karuniakan kepada orang lain karena itu merupakan salah satu cara untuk menjaga dan menambah ilmu. Sebagaimana sedekah harta yang bisa menjadi sebab datangnya rizki.
Dengan mengajarkan ilmu pada orang lain dapat membantu kita untuk menguatkan ingatan kita. Sekaligus motivasi bagi kita untuk mengaplikasikan ilmu yang telah kita pelajari dalam keidupan sehari-hari. Dengan demikian kita akan terpadu untuk menjadi teladan yang baik bagi orang lain.
“Sebaik-baik diantara kalian adalah yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya.”(HR. Bukhari)
Kadangkala kita tersandung dengan kebimbangan hati ketika hendak mengajarkan suatu ilmu pada orang lain atau mengajak pada kebaikan. Secara personal atau dalam kelompok (masyarakat). Kebimbangan yang sering dihadapi adalah ketika mengingat tingkat keilmuan kita, pantas tidak kita mengajarkan ilmu atau harus memperdalam ilmu terlebih dahulu. Perhatikan saudaraku, bahwa Allah telah berfirman:
“dan ingatlah, ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu):”Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya,”(QS. Ali Imran: 187)
Begitupula Rosulullah SAW menegaskan: “Ballighuu’anni walau ayatan..”, sampaikan sesuatu dariku walau satu ayat.” Karena itulah kenapa kita perlu mengajarkan ilmu yang telah kita peroleh pada orang lain serta mengajak orang lain pada kebaikan dan mencegah kemunkaran walaupun tingkat keilmuan kita belum sempurna, tapi kita yakin dan benar-benar memahami suatu ilmu dengan jelas dan itu berasal dari Rosulullah SAW.
Akan tetapi, ingatlah saudaraku, kita tak boleh berlebihan dalam segala hal sehingga melampaui batas. Begitu pula dalam menyampaikan ilmu, janganlah menyampaikan ilmu atau pengetahuan diluar batas kemampuan kita. Karena hal ini mendorong kita untuk mengatakan apa-apa yang tidak kita ketahui ilmunya. Dan menyebabkan orang lain mempunyai pemahaman yang keliru terhadap suatu hal karena kesalahan kita.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya.”(QS. Al-Isra’:36)
Sering pula kita bimbang tatkala memikirkan konsekuensi setelah kita mengajak orang lain pada kebaikan atau mengajarkan suatu ilmu yang berarti kita juga harus mengaplikasikan apa yang kita ajarkan dan meninggalkan apa yang telah kita larang pada orang lain. Terlebih ketika kita mengingat bahwa Allah telah berfirman:
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”(QS. As-Shaf:3)
Padahal ayat tersebut di atas tidak melarang kita untuk menyampaikan ilmu atau mengajak orang lain pada kebaikan. Jika dimaknai demikian, maka tak ada yang patut mengajarkan ilmu, mangajak pada kebaikan dan melarang pada perbuatan buruk kecuali Nabi SAW. Karena tak ada manusia setelah beliau yang dibebaskan dari dosa oleh Allah SAW. Akan tetapi, alangkah baiknya jika kita orang yang pertama melakukan apa-apa yang telah kita sampaikan pada orang lain atau yang biasa kita sebut sebagai komitmen.
Jadi, melakukan apa-apa yang kita sampaikan bukan syarat mutlak kita mengajak orang lain. Begitupun sebaliknya, meninggalkan kemunkaran bukan syarat mutlak kita diperbolehkan mencegah orang lain untuk berbuat kemunkaran.
Sehingga, tidak dibenarkan bagi kita orang Islam untuk mengumpulkan dua keburukan, keburukan berupa dosa, dan keburukan karena meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar.